ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
(AMDAL) DAN FAKTOR PERBAIKAN EKONOMI
PENDAHULUAN
Analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam
pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut diundangkan
pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).Peraturan pemerintah (PP) No.29/
1986 tersebut berlaku pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah
di tetapkan. Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk menyusun
kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut
paham holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fissik/kimia saja namun
meliputi pula lingkungan sosial.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP
No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP
No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23
Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat
lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau
kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan
(PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL , RKL, dan
RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek.
Dalam perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak
wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan
oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL
disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.
Dengan ditetapkannya Undang-undang
No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP
No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di undangkan pada tanggal 7
Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat
dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat dan
diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu
provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak
layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan ijin
yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP
No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan peran masyarakat.
Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak
hanya kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor agar dapat
mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses
pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan
yang ada maka di harapkan akan berdampak positip pada recovery ekonomi pada
suatu daerah.
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
Definisi AMDAL
AMDAL adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
Dasar hukum AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di
dukung oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/
atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL
tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting.
Tujuan dan sasaran AMDAL
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah
untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan
tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usah dan
/ atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam
secara efisien, meminimumkan dampak negatip dan memaksimalkan dampak positip
terhadap lingkungan hidup.
Tanggung jawab pelaksanaan
Secara umum yang bertanggung jawab
terhadap koordinasi proses pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan).
Mulainya studi AMDAL
AMDAL merupakan bagian dari studi
kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Sesuai dengan PP No./ 1999
maka AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin
melakukan usaha dan / atau kegiatan . Oleh karenya AMDAL harus disusun segera
setelah jelas alternatif lokasi usaha dan /atau kegiatan nya serta alternatif
teknologi yang akan di gunakan.
AMDAL dan perijinan.
Agar supaya pelaksanaan AMDAL
berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan , pengawasannya
dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha atau kegiatan. Berdasarkan
PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan baru akan
diberikan bila hasil dari studi AMDAL menyatakan bahwa rencana usaha dan/ atau
kegiatan tersebut layak lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi bagian
dari ketentuan ijin.
Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa
instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau Gubernur) memberikan keputusan
tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi menyimpulkan tidak layak
lingkungan. Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang
berwenang menerbitkan ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan
ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang
berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah
saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada
masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak
melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi
pidana.
Prosedur penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL
mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana
usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai
berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa
konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator
pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota
penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang
kegiatan yang di studi.
Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang
wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat
sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08
tahun 2000 tentang Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam
proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak
memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL peran
masyarakat tetap diperlukan . Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya saran,
pendapat dan tanggapan masyarakat dalam studi AMDAL. Pada proses penilaian
AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL maka saran, pendapat dan tanggapan masyarakat
akan menjadi dasar pertimbangan penetapan kelayakan lingkungan suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan.
PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh
Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang berkedudukan di BAPEDAL untuk menilai dokumen
AMDAL dari usaha dan/atau kegiatan yang bersifat strategis, lokasinya melebihi
satu propinsi, berada di wilayah sengketa, berada di ruang lautan, dan/ atau
lokasinya dilintas batas negara RI dengan negara lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan
untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi
dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah meliputi: 1.Penilaian dokumen
Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
(AMDAL) KABUPATEN/ KOTA.
Komisi tersebut di bentuk oleh
Bupati/ Walikota. Tugas komisi penilai adalah menilai KA, ANDAL, RKL, dan RPL.
Dalam melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim teknis komisi
penilai dan sekretaris komisi penilai.
Susunan keanggotaan komisi penilai
terdiri dari ketua biasanya dijabat oleh Ketua Dapedalda Kabupaten/Kota,
sekretaris yang dijabat oleh salah seorang pejabat yang menangani masalah
AMDAL. Sedangkan anggotanya terdiri dari wakil Bapeda, instansi yang bertugas
mengendalikan dampak lingkungan, instasi bidang penanaman modal, instansi
bidang pertanahan, instansi bidang pertahanan, instansi bidang kesehatan,
instansi yang terkait dengan lingkungan kegiatan, dan anggota lain yang di
anggap perlu.
Secara garis besar komisi penilai
AMDAL dapat terdiri dari unsur-unsur (1) unsur pemerintah;(2) wakil masyarakat
terkena dampak; (3) perguruan tinggi; (4) Pakar dan (5) organisasi lingkungan.
Ada semacam kerancuan dalam
kebijakan AMDAL dimana dokumen tersebut ditempatkan sebagai sebuah studi
kelayakan ilmiah di bidang lingkungan hidup yang menjadi alat bantu bagi
pengambilan keputusan dalam pembangunan. Namun demikian komisi penilai yang
bertugas menilai AMDAL beranggotakan mayoritas wakil dari instansi pemerintah
yang mencermikan heavy bureaucracy , dan wakil-wakil yang melakukan advokasi .
Dari komposisi yang ada dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (1)
keputusan kelayakan lingkungan di dominasi oleh suara suara yang didasarkan
pada kepentingan birokrasi; (2).wakil masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan
counter balance dapat dengan mudah terkooptasi (captured or coopted) karena
berbagai faktor; (3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang
mendominasi adalah bukan pertimbangan ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan
pemerintah atau kepentingan masyarakat/ LSM secara sepihak .
Sebagai seorang pengusaha atau
investor , kemana dia harus berkonsultasi jika mereka akan melaksanakan studi
AMDAL ?. Sebaiknya konsultasi dapat dilakukan di 3 (tiga) komisi penilai AMDAL,
yaitu:
1. Komisi Penilai AMDAL Pusat
2. Komisi Penilai AMDAL Propinsi
3. Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota. Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang
akan di studi AMDAL nya.
EVALUASI PROSES PENILAIAN DOKUMEN
AMDAL
Proses dan prosedur penilaian AMDAL
secara umum cukup baik yang ditandai dengan singkatnya waktu penilaian , memang
waktu penilaian sangat tergantung dari kualitas KA dan dokumen AMDAL nya
sendiri.
Kemampuan teknis dan obyektifitas
dari penilaian
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus
AMDAL A, B, dan C cukup baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional
serta anggota penilai yang pernah melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya
relatif tidak banyak. Anggota komisi penilai yang berasal dari institusi
sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari tim penilai tetap) sering
belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh LSM dan wakil dari
masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut duduk di dalam
komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam
penilaian AMDAL cukup memadai dengan dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah
daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.
AMDAL DAN EKONOMI KERAKYATAN
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang
sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan hasil yang optimal dan akan
berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian? Dalam masa otonomi
daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru , antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah
merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan masyarakat, seterusnya
masyarakat merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kelestarian
sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian maka dalam rangka
otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah daerah seyogyanya berpegang pada
hal-hal tersebut dibawah ini:
1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara
konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6. Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan
sumberdaya pendapatan
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI
DAERAH.
Sebagai syarat keberhasilan
implementasi AMDAL di daerah adalah:
1.Melaksanakan peraturan/
perundang-undangan yang ada
Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL
pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yaitu
harus melaksanakan konsultasi masyarakat sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi
masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan AMDAL serta
implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula. Hal
tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan fisik/ kimia,
sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari dampak
negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan
bangkit.
2.Implementasi AMDAL secara
profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian
maka implementasi RKL dan RKL akan baik pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL
yang optimal akan meminimalkan dampak negatip dari kegiatan yang ada. Dengan
demikian akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat meningkat
dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan
pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan hukum
( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula dari tuntutan
masyarakat ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan
lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat
di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
Sumber :
Prof Mukono
http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/analisis-mengenai-dampak-lingkungan-amdal-dan-faktor-recovery-ekonomi/
Komentar
Posting Komentar