Asas Hukum Agraria

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN AGRARIA DI INDONESIA

Hukum agraria ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria. Pengertian
agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya, bahkan dalam batas-batas yang ditentukan juga ruang
angkasa.
Pada tanggal 24 september 1960 telah disahkan Undang-
Undang No.5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(L.N. Tahun 1960 No. 104), yang dikenal sebagai Undang-Undang pokok
Agraria (UUPA). Dengan UUPA telah dihapuskan dasar-dasar dan
peraturan-peraturan hukum agraria kolonial, dan berakhirnya dualisme
dalam hukum agraria dan terselenggaranya unifikasi hukum. Hukum
Agraria Indonesia Tahun 1960 ini didasarkan atas satu sistem hukum,
yaitu hukum adat sebagai hukum asli Indonesia.
Hukum Agrara yang berlaku sebelum tanggal 24 september 1960 kaidah-
kaidah ada yang bersumber pada:
Hukum Adat (Hukukm Agraria Adat) yang menimbulkan hak-hak adat
yang tunduk pada hukum agraria adat, misalnya: tanah-tanah ulyat,
tanah milik, tanah usaha, tanah gogolan dan lain-lain (tanahtanah
Indonesia)
Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (Hukum Agraria Barat) yang
menimbulkan hak-hak Barat atau tanah-tanah Eropa yang tunduk pada
Hukum Agraria Barat (tanah-tanah Barat atau tanah-tanah Eropa).
Misalnya : tanah eigendom, tanah erfpacht, tanah opstal dan lain-lain.
Disamping itu ada pula hak-hak atas tanah Indonesia yang tidak
bersumber pada hukum adat, misalnya hak eigendom agraris.
Pada Zaman Hindia Belanda asas-asas Hukum Agraria diaur daam pasal
51 I.S. (Indische Staatsregeling). Pasal tersebut terdiri atas 8 ayat yatu:
Gubenur Jendral tidak boleh menjual tanah
Dalam larangan ini tidak termasuk tanah-tanah kecil untuk perluasan
kota dan desa untuk mendirikan perusahaan-perusahaan.
Gubenur Jendral dapat menyewakan tanah menurut peraturan-
peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi. Dalam bilangan tanah-
tanah itu tidak termasuk tanah-tanah yang telah terbuka oleh rakyat asli
ataupun yang masuk lingkungan desa untuk keperluan lain.
Dengan peraturan-peraturan yang ditetapkn dengan ordonansi akan
diberikan tanah denan “hak erfpacht” untuk maksimum 75 tahun.
Gubenur Jendarl menjaga jangan sampai pemberian tanah itu
melanggar hak-hak rakyat asli.
Gubenur Jendaral tidak bleh mengambil tanah-tanah yang telah dibuka
oleh rakyat asli untuk keperluan mereka sendiri atau yang termasuk
untuk keperluan lain, kecuali berdasarkan pasal 133 I.S. dan untuk
keperluan perkebunan yang diselenggarakan oleh perintah dari atau
menurut peraturan-peraturan yang berlaku dengan pemberian ganti
kerugian yang layak.
Tanah yang dimiliki rakyat asli dapat diberikan kepada mereka itu
dengan hak eigendom, dengan disertai syarat seperti yang tercantum
dalam peraturan yang berlaku.
Persewaan tanah oleh rakyat/penduduk asli kepada orang bukan rakyat
asli berlaku menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan
ordonansi.
Keterangan : a sampai dengan ayat c telah dimasukkan ke dalam Regeris
Reglement tahun 1854 sebagai pasal 62, d sampai dengan h dimasukkan
ke dalam Regeris Reglement tersebut pada tahun 1870, berdasarkan
Undang-Undang Agraria tahun 1870.
Undang-undang Agraria Tahun 1870 (Agrarisch Wet) menjadi
dasar hukum Agraria Hindia Belnada sejak tahun 1870 itu terkenal
dengan nama sistem : “Vrije” atau “particuliere” (perkebunan bebas atau
perkebunan partikulir). Sistem ini menggantikan sistem perkebunan
pemerintah (Gouvernement Cultures). Yang bersifat perkebunan dengan
sistem paksa, yang diadakan pada waktu Cultur Stelsel berlaku (sampai
kira-kira tahun 1850)
UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA TAHUN 1960 (UUPA)
Pada pokoknya UUPA memuat hal-hal yang berikut ini:
1. Tujuan UUPA
meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasioanal yang
merupakan alat untuk membawa kemakmuran , kebahagiaan dan
keadilan bagi Negara dan Rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka
menuju masyarakat adil dan makmur.
meletakakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertahanan.
meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
2. Tanah Negara
Menurut UUPA istiah tanah Negara ialah:
Tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan
Tanah yang dikuaai tidak langsung oleh Negara. Dalam penegrtian.
“ Tanah yang dikuasai langsun oleh Negara” ialah tanah-tanah yang
belum ada sesuatu hak di atas tanah tersebut, misalnya saja yang sering
dikenal dengan sebutan “tanah Negara bebas” (Vrijlands domein).
Sedangkan apa yang disebut “tanah yang dikuasai tidak langsung oleh
Negara” ialah tanah yang sudah ada sesuatu hak diatasnya. Misalnya
sudah ada hak miliknya, hak guna usaha, hak guna bangunan dan
sebagainya. Dalam UUPA yang berlaku sekerang ini tidak lagi berlaku/
menegnal “asa domein” sebab tidak tepat bila Negara bertindak sebagai
pemilik tanah. Negara dala UUPA dinyatakan sebagai organisasi
kekuasaan dari seluruh rakyat dan bertindak selaku Badan Penguasa.
3. Hak-hak atas tanah
Hak-hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah
itu sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah.
Macam-macam hak tanah menurut UUPA ialah:
hak milik
hak guna usaha
hak guna bangunan
hak pakai
hak sewa
hak membuka tanah
hak memungut hasil hutan
Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentinga bersama dari rakyat hak-hak atas tanah dapat dicabut
dengan mendapatkan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang
diatur dengan undang-undang.
Semua hak-hak tanah wajib didaftarkan kepada: Kantor
Pendaftaraan Tanah oleh pemegangnya untuk menjamin kepastian hak
dan merupakan bukti yan kuat terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini
pemegang hak atas tanah akan mendapatkan suatu tanda bukti hak atas
tanah yang terkenal dengan sebutan “Sertivikat Tanah”. Semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial, ini berarti bahwa hak atas tanah apapun
yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dikatakan bahwa tanahnya itu
akan dipergnakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya dengan
kemungkinan menebabkan kerugian/ganguan dipihak lainnya.
4. Konversi
Konversi hak atas tanah ialah perubahan hak-hak atas tanah yang lama
ke hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentan dalam UUPA.
Menurut UUPA semua hak-hak atas tanah baik hak itu adanya
berdasarkan hukum pertanahan Barat maupun yang berdasarkan hukum
pertanahan adat terkena ketentuan-ketentuan acara konversi. Tegasnya
hak-hak yang ada sebelum UUPA, diadakan perubahan. Acara konversi
hak atas tanah tersebut tidak ada batas waktunya, tetapi hanya terhadap
hak eigendom atas tanah yang pemegang haknya bukan warganegara
Indonesia atau badan hukum asing, sejak mulai berlakunya UUPA (tanggal
24 September 1960) dengan jangka waktu satu tahun harus dilepaskan
hak tanah itu.
Sanksi bila hak eigendom itu tidak dilepaskan dalam jangka
waktu yang ditentukan, maka hak itu terhapus karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada Negara, yaitu tanahnya menjadi tanah Negara.
5. Tanah dalam UUPA
Bagi Negara Republik Indonesa, dimana struktur kehidupan
masyarakatnya, termasuk perekonomiannya sebagian besar bergerak
dalam bidang agraria, maka fungsi bumi (tanah), air dan ruang angkasa
serta semua yang terkandung didalamnya amatlah penting sebagai sarana
pokok dalam pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Oleh karena itu dalam UUPA pasal 1 ayat 1 dinyatalan :
seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia, yang bersatu sebagai bagsa Indonesia.
Sedangkan dalam ayat 2 dinyatakan:
Seluruh bumi, air an ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalam wilayah Republik Indonesia sebgai karunia Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan Nasional.
Dalam pasal 4 ayat 1 selanjutnya dijelaskan bahwa: Atas dasr
hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai
oleh orang-orang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain serta badan hukum.Dalam pengertian tersebut jelas antara
pengertian bumi di satu pihak dan air di lain pihak, ada perbedaan. Di
jelaskan dengan tanah dimaksudkan lapisan/ permukaan bumi yang
terbatas.
Hak menguasai atas tanah oleh negara seperti yang dimaksudkan di
dalam pasal 4 di atas dapat diartikan memberikan wewenang pada
negara untuk:
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan tanah.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang
dan tanah.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.
Segala sesuatunya ditunjukan untuk mencapai kemakmuran rakyat yang
besar dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur.
Jadi hak menguasai oleh negara meliputi baik tanah-tanah
yang sudah dihaki seseorang/badan hukum maupun atas tanah-tanah
yang sudah dihaki, hak menguasai oleh negara atas tanah tersebut.
Sedangkan pada tanah yang di atasnya tidak terdapat hak-hak, sifa
penguasaannya oleh negara lebih luas dan lebih penuh.
Hubungan antara bangsa dengan bumi, air serta ruang angkasa
Indonesia merupakan suatu hubungan yang abadi. Artinya selama rakyat
Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia
masih ada. Bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan apapun yang
dapat memutuskan atau meniadakan hubngan tersebut.
Dalam penegrtian tersebut , maka tidaklah berarti bahwa hak-
hak perseorangan/ badan hukum atas tanah tida dimungkinkan lagi.
Dalam UUPA masih dikenal/diakui adanya hak-hak yang dapat dipunyai
perorangan/badan hukum. Tetapi dalam hal ini hanya mengenai
permukaan bumi saja, yaitu tanah yang dapat dihaki oleh seseorang
seperti hak milik. Hak guna usaha, hak guna bangunan dan sebagainya.
Selain corak agrarisnya dari negara kita, maka untuk kemulian hati mulai
sekarang sudah dipikirkan soal-soal pertambangan, perindistruian,
pertenakan dan sebagainya. Suatu perencanaan yang tidak saja bersifat
menyediakan tetapi juga memajukannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis swot terhadap peran serta mahasiswa dalam menanggulangi ancaman human trafficking

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH MELALUI KEMITRAAN SELURUH STAKEHOLDER DI KABUPATEN BANDUNG