Antara Lingkungan Versus Pembangunan
AMDAL
Antara Lingkungan Versus Pembangunan
Seiring dengan Era kemajuan pembangunan di segala bidang,
banyak menyisakan bencana kerusakan lingkungan yang mencengangkan bumi pertiwi
ini. Seperti halnya dengan polusi dan kerusakan lingkungan di perkotaan dan
pedesaan saat ini. Banjir, tanah longsor, erosi, pencemaran air, udara, dan
berbagai kerusakan lainnya merupakan satu mata rantai yang dapat meruntuhkan
keberlangsungan kehidupan manusia seutuhnya. Perubahan iklim lingkungan
tersebut sangat terkait dengan menipisnya kesadaran dan kepedulian terhadap
dampak negatif aktifitas manusia dan pembangunan yang semakin meningkat.
Akibatnya, meski telah dilakukan pola penanganan dampak dengan program AMDAL
itu hanya sebatas pada dimensi prosedural belaka. Contoh nyatanya dan paling
tragis adalah kasus lumpur Lapindo di Surabaya yang sampai saat ini belum
tuntas. Tidak adanya keseriusan secara utuh bahwa institusi Negara maupun
swasta yang menyelenggarakan pembangunan fisik seharusnya sadar dan penuh
tanggung jawab terhadap konsekuensi logis akibat dari keberlanjutan aktifitas
ekonomi tersebut. Kondisi ini, saya kira akan menjadi permasalahan serius bagi
perwujudan keberhasilan penanganan dampak lingkungan kalau terus dibiarkan.
Indikator dari kondisi tersebut berawal dari kurang jelasnya konsep dan
sinergisitas antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan swasta sebagai
media pelaksana proyek dalam merumuskan kebijakan mengenai pengelolaan
lingkungan. Di lain hal faktor keikutsertaan seluruh stakeholder dalam proses
penanganan dampak negatif maupun positif penyelenggaraan pembangunan tumpuan
utamanya adalah masyarakat. Karena wujud dari tujuan pembangunan itu sendiri
semata-mata demi kepentingan masyarakat luas.
Selama ini, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sering dikesampingkan.
Imbasnya berujung pada penanganan dampak lingkungan dari sebuah pembangunan
infrastruktur, supra struktur. Dimana kepercayaan tingkat elit pemerintah hanya
melibatkan kaum pemodal (swasta) mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasannya yang kurang efektif dan tidak efisien. Artinya kesatuan hidup
masyarakat dan lingkungannya seharusnya menjadi bagian terpenting subjek dari
orientasi pembangunan sama sekali tidak mendapat posisi yang jelas.
Alhasil, dualisme tujuan antara pembangunan yang berwawasan manusia serta lingkungan
hidupnya dan pembangunan yang berorientasi fisik dan ekonomi pasar. Ini
menyebabkan realisasi penerapan AMDAL pada proyek pembangunan bersifat setengah
hati dan tidak berpihak pada masyarakat dan lingkungan. Realitas sosial saat
ini, banyaknya program AMDAL pemerintah melalui instansi-instansinya di seluruh
Indonesia terkesan tidak sinergis dan koordinatif dengan kondisi riil di
lapangan. Apalagi saat ini pemerintah menerbitkan 9.000 dokumen mengenai
analisis dampak lingkungan yang mungkin masih dipertanyakan tentang
dokumen-dokumen itu, apakah muncul dari hasil identifkasi, observasi maupun
elaborasi yang kritis. Malahan makin diragukan tahap implementasinya bisa
terealisasi dengan baik. Bias permasalahan mengenai arti dampak sosial
pembangunan dapat memperparah kesatuan manusia dan lingkungan hidup sekitarnya.
Artinya pembangunan keberlanjutan jangan sampai menistakan dampak sosial,
kesehatan, dampak positif, dampak negatif yang secara fisik dan naluriah
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan alam Nusantara.
Seharusnya pemerintah tidak ahistoris dan parsial dalam menanggapi permasalahan
ini. Sebagaimana diketahui, pelaksanaan AMDAL di Indonesia telah dimulai jauh
lebih awal daripada undang-undang dan peraturan pemerintah, terutama dalam hal proyek-proyek
pembangunan pemerintah maupun swasta yang menerima bantuan dari badan luar
negeri yang mengaitkan pemberian bantuan itu perlu diimbanginya dengan AMDAL
yang diberi bantuan untuk proyek tersebut.
Berdasarkan asas manfaatnya, sejatinya AMDAL bukanlah dijadikan buku resep
(cook-book) yang dapat digunakan begitu saja secara tidak kritis. Cara
penggunaan AMDAL secara prinsip sangat berbeda untuk jenis proyek dan
lingkungan yang berbeda-beda pula. Usaha penyeragaman itu merupakan sebuah
kelemahan yang sangat serius karena banyak AMDAL mengandung data yang tidak
relevan dengan proyek yang sedang diteliti sehingga AMDAL itu tidak banyak
berguna. Seharusnya AMDAL disesuaikan dengan jenis proyek pembangunan dan
lingkungan yang telah ditelaah, karena jelas tidak ada dua proyek pembangunan
dan lingkungan yang mempunyai sifat yang sama. Misalnya tidak ada dua bangunan
gedung atau dua ruang bangunan rumah yang mempunyai sifat yang sama. Demikian
pula tidak ada dua lingkungan yang identik sama. Masalah lingkungan bendungan
di Jakarta juga dan pasti akan berbeda dari masalah lingkungan bendungan di
Surabaya atau NTB. Bahkan dua bendungan yang di sungai yang sama, misalnya
Bengawan Solo atau di kali Code mempunyai masalah lingkungan yang sangat
terbatas. Identifikasi dan Evaluasi dampak lingkungan yang hanya bersifat tidak
kritis dan cenderung subjektif membuat masalah lebih kompleks, oleh karena itu
pelaksanaan AMDAL haruslah dilakukan secara kritis, baik menggunakan ilmu
pengetahuan yang bersifat objektif maupun dengan pertimbangan yang bersifat
subjektif kritis namun harus dilakukan secara rasional.
Artinya pemerintah harus serius serta tanggap untuk tidak menghalalkan
persoalan kerusakan lingkungan makin kompleks. Solusi riilnya, tentu yang utama
dan terpenting adalah kemauan baik pemerintah untuk betul-betul memahami akar
persoalan ini dengan sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan. Seiring dengan ruang partisipasi yang terbuka lebar maka pemerintah
dapat mengeluarkan aturan ataupun regulasi yang tegas untuk menjelaskan
pentingnya AMDAL bagi masyarakat dan lingkungannya. Sosialisasi dan publikasi
mengenai peran dan fungsi aturan itu dapat terbangun dengan sendirinya. Dalam
arti koordinasi, pengawasan serta proses pengkawalan akan terus berlangsung
sampai pada tataran implementasinya. Misalnya melibatkan masyarakat, akademisi,
swasta, pemerhati lingkungan, LSM, pers, ormas, organ kepemudaan, organ
mahasiswa dan BEM, melalui seminar dan lokakarya mengenai kerusakan lingkungan
ataupun keutamaan AMDAL. Dengan metode seperti ini, sinergisitas dan koordinasi
antara pemerintah dengan seluruh stakeholder lebih-lebih swasta (pengusaha)
sebagai kelompok berkepentingan dapat membawa angin segar terciptanya
pemahaman, kepedulian, kesadaran bahwa pembangunan haruslah berwawasan
lingkungan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada akhirnya, gerakan
bersama bangsa ini dapat mewujudkan proyek pembangunan di seluruh nusantara ini
yang ramah dan tidak merugikan masyarakat, hingga secepatnya tercapai kesejahteraan
rakyat, flora fauna, dan nilai estetika alam.
Semoga usaha penanggulangan serta penanganan kerusakan lingkungan adalah babak
baru peningkatan kualitas hidup alam bagi pembangunan kesejahteraan hidup
rakyat Indonesia.
Sumber :
Bob Rusdin Abdullah Rumba
http://www.sumbawanews.com/berita/opini/amdal-antara-lingkungan-versus-pembangunan.html
Komentar
Posting Komentar